Muflihun Siap Bongkar Fakta-fakta yang Belum Dibuka Usai Inisial M Dikeluarkan Oleh Dirreskrimsus

Muflihun Siap Bongkar Fakta-fakta yang Belum Dibuka Usai Inisial M Dikeluarkan Oleh Dirreskrimsus
RIAU1.COM - Muflihun, mantan Sekretaris DPRD (Sekwan) Provinsi Riau, akhirnya angkat bicara terkait isu yang menyebutkan dirinya terlibat dalam dugaan kasus Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) fiktif di lingkungan DPRD Riau, Kamis (19/6/2025).
Hal tersebut dilakukan terkait pernyataan Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Riau, Kombes Ade Kuncoro Ridwan, bahwa calon tersangka dalam kasus SPPD fiktif Setwan Riau lebih dari satu dan salah satu tersangka berinisial M.
Pernyataan ini disampaikan Kombes Ade, usai keluarnya hasil penghitungan BPKP terkait jumlah kerugian negara hampir mencapai 200 miliar, yakni Rp196 miliar. Seperti diketahui, penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Riau, Kombes Ade Kuncoro Ridwan, mengungkapkan bahwa pihaknya menemukan lebih dari 35.000 tiket pesawat fiktif dan bukti perjalanan dinas yang tidak pernah terjadi, bahkan beberapa di antaranya tercatat saat masa pandemi Covid-19.
Dalam proses penyidikan, lebih dari 400 pegawai dan pejabat di Sekretariat DPRD Riau telah dimintai keterangan. Selain itu, aset milik Muflihun, seperti rumah dan apartemen, juga telah disita karena diduga berasal dari aliran dana korupsi. Uang hasil tindak pidana ini juga diduga mengalir ke pihak lain, termasuk seorang artis berinisial HH.
Dalam perjalanan penanganannya, pihak penyidik berencana melakukan gelar perkara untuk dilakukan penetapan tersangka. Dimana, siapa tersangkanya akan diumumkan langsung oleh Kapolda Riau
Didampingi tim kuasa hukumnya dari Kantor Advokat & Konsultan Hukum Ahmad Yusuf SH & Rekan – AY Lawyers, Muflihun dengan tegas membantah keterlibatan dirinya dan menyatakan siap melawan segala bentuk kriminalisasi.
Muflihun secara emosional menyampaikan perasaan dan tekanan yang ia alami selama setahun terakhir sejak namanya disebut-sebut dalam kasus ini. Ia mengaku menjadi korban pemberitaan yang berdampak besar pada kehidupan pribadinya, termasuk keluarganya.
"Setahun saya diam, rumah saya disita, saya kalah di Pilkada, istri dan anak saya menanggung beban moril. Orang tua saya sakit. Tapi saya yakin Allah tidak tidur. Saya berharap Bapak Kapolri dan Kabareskrim mendengar suara saya," ujar Muflihun dengan suara bergetar.
Muflihun mengaku siap membongkar dan mengungkap fakta-fakta yang menurutnya belum dibuka ke publik. Ia menyebut aliran dana SPPD fiktif yang melibatkan berbagai pihak, termasuk anggota DPRD.
"Kalau saya buka semua, nilainya bisa Rp198 miliar. Saya tahu siapa yang menerima, saya tahu ke mana mereka pergi. Kalau saya harus buka part dua, part tiga, saya siap. Saya ingin masyarakat Pekanbaru tahu, saya bukan satu-satunya," tegasnya.
Muflihun menegaskan bahwa dirinya siap mengikuti seluruh proses hukum dengan terbuka, tetapi ia tidak akan membiarkan dirinya dikriminalisasi. ''Saya warga Pekanbaru. Saya tahu persis bagaimana sistem itu berjalan. Jangan jadikan saya korban tunggal. Kalau memang mau bersih, mari kita ungkap semua," tegasnya.
“Saya tahu permainan mereka, bagaimana mereka mencari pokir. Tahun 2021 ada aliran dana mengalir rekening pelaksana ke si A, si B, tapi tidak tahu siapa pelakunya. Ini kriminalisasi, sampai saat ini rekening saya tidak pernah diaudit,” kata Muflihun.
Ahmad Yusuf SH selaku kuasa hukum Muflihun, menegaskan bahwa kliennya telah dirugikan secara serius akibat penyebutan inisial "M" yang diarahkan kepada nama Muflihun dalam pemberitaan media dan informasi yang berkembang di publik.
Menurutnya, hingga saat ini Muflihun belum pernah menerima surat penetapan tersangka dari pihak penyidik. ''Ini sudah membentuk opini publik yang mencemarkan nama baik klien kami. Informasi yang seharusnya bersifat rahasia justru dibuka dan mencederai asas praduga tak bersalah," ujar Ahmad Yusuf dalam konferensi pers yang digelar di Pekanbaru.
Ahmad Yusuf menyatakan bahwa Muflihun tidak memiliki kewenangan teknis maupun keuangan dalam pengelolaan SPPD saat menjabat sebagai Sekwan DPRD Riau. Semua urusan administrasi perjalanan dinas, lanjutnya, adalah tanggung jawab PPTK, bendahara, dan pejabat teknis lainnya.
''Klien kami hanya menandatangani dokumen administratif sesuai prosedur. Tidak ada bukti apapun yang menunjukkan keterlibatan aktif maupun pasif beliau dalam dugaan tindak pidana tersebut," tegasnya.
Sebagai bentuk keterbukaan, pihak Muflihun juga berencana menyerahkan video klarifikasi yang berisi penjelasan langsung dari Muflihun terkait posisinya dalam kasus ini. Mereka juga telah mengajukan permohonan perlindungan hukum ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) untuk menjamin keselamatan dan hak-hak hukum Muflihun selama proses berjalan.
"Jika klien kami tetap dipaksakan sebagai tersangka tanpa dasar hukum yang sah, kami akan menempuh jalur praperadilan, menggugat penyidik ke PTUN, dan mengajukan pengaduan ke Propam serta Kompolnas," tegas Yusuf. ***