
Diskusi panel di Musyawarah Besar Lembaga Adat Rumpun Melayu
RIAU1.COM - Digelar Musyawarah Besar V Lembaga Adat Rumpun Melayu (LARM) di Balai Adat LAMR, Sabtu (9/8/2025) yang mana acaranya juga diisi diskusi panel dengan menghadirkan tiga pemateri.
Diskusi berlangsung hangat dan penuh gagasan strategis, sejumlah pemateri menyampaikan pandangan tajam soal masa depan LARM dan posisi rumpun Melayu di tengah arus zaman. Salah satu pemateri, Dr. Alfitra Salam, menegaskan bahwa LARM tidak boleh hanya terpaku pada aspek budaya semata.
“LARM harus berani masuk ke wilayah politik. Lihat Malaysia, bagaimana partai UMNO lahir dari akar Melayu dan mampu memainkan peran politik nasional,” ungkap Alfitra.
Dia juga menyinggung soal pengelolaan sumber daya alam. Menurutnya, sudah saatnya rumpun Melayu tidak hanya menjadi objek politik, melainkan pelaku utama dalam sektor strategis nasional.
“Budaya jangan hanya jadi tontonan, tapi jadi kekuatan ekonomi. Bisa saja dibentuk badan usaha rumpun Melayu untuk mengelola tambang dan kekayaan alam lainnya,” ungkap Alfitra.
Alfitra sempat menyindir fenomena politisi yang hanya datang ke LAMR saat mencalonkan diri. “Itu hanya jadi simbolik, padahal harusnya dijadikan peristiwa budaya, politik, dan ekonomi yang konkret dalam upaya mensejahterakan masyarakat Melayu,” katanya.
Alfitra juga mendorong pembentukan Universitas Melayu Internasional di Provinsi Riau sebagai pusat peradaban dan regenerasi pemikiran Melayu modern, dan wacana ini sudah dia bicarakan dengan Ketum DPH LAMR Datuk Seri Taufik Ikram Jamil.
Pemateri lainnya dari Malaysia, Prof. Dr. Datuk Zainal Abidin menyampaikan pandangan menarik terkait dinamika adat dan politik di negaranya.
“Kita hidup dikandung adat, mati dikandung tanah. Dalam politik Malaysia, ada sistem pembangkang yang menguntungkan masyarakat adat, karena bisa mengatur langkah-langkah ekonomi mereka,” katanya.
Sementara itu, Prof Dr Junaidi menyoroti posisi adat yang selama ini selalu kalah dalam tiga ranah utama, politik, ekonomi, dan pendidikan. Menurutnya di Malaysia dan Brunei, Melayu itu ideologi negara.
"Tapi di Indonesia, tidak. Ideologi kita Panca Sila. Melayu adalah bagian dari Indonesia, dan ini demi kepentingan yang lebih besar,” ujar Junaidi.*