Keracunan Menu MBG, Pemda Tetapkan KLB

14 Mei 2025
Ilustrasi/Net

Ilustrasi/Net

RIAU1.COM - Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana menjelaskan kronologi kasus keracunan makanan bergizi gratis (MBG) yang terjadi Kota Bogor. Insiden ini kemudian ditetapkan sebagai kejadian luar biasa (KLB) oleh Dinas Kesehatan setempat setelah lonjakan jumlah siswa yang mengalami keluhan kesehatan.

Dadan menjelaskan dipilihnya kantin Sekolah Bosowa Bina Insani dipilih sebagai lokasi proyek percontohan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) karena memiliki fasilitas kantin yang dinilai memadai. Ia mengatakan sejak 6 SPPG tersebut berjalan tidak terjadi masalah.

"itu sudah berlangsung sejak 6 Januari. Jadi sudah mulai dari awal ini menjadi proyek percontohan dan sejauh ini kan baik-baik saja," ujarnya, Selasa (14/5/2025) yang dimuat Republika.co.id.

Ia menyebutkan, SPPG di sekolah tersebut bertujuan menunjukkan bahwa program makan bergizi bisa dijalankan dengan baik melalui kantin sekolah, dengan sistem distribusi in-house yang efisien. Namun, insiden yang terjadi pada pekan lalu menjadi perhatian serius.

"Sampai akhirnya terjadi pada hari Selasa kemarin," katanya.

Dadan menjelaskan, kasus keracunan di Bogor memiliki karakteristik berbeda dibanding daerah lain. "Yang di Bogor ini agak slow reaksi, jadi reaksi lambat. Jadi makannya hari Selasa, reaksinya baru diketahui hari Rabu. Dan peningkatan yang mengeluhnya justru terjadi di hari Kamis dan Jumat," katanya.

Akibat lambatnya reaksi, pelayanan SPPG sempat masih berlangsung pada Rabu dan Kamis. Namun, setelah Dinas Kesehatan Kota Bogor melakukan penelusuran dan mencatat peningkatan signifikan jumlah siswa yang terdampak, status KLB akhirnya ditetapkan.

Penetapan status KLB, menurut Dadan penting untuk memastikan seluruh siswa yang terdampak bisa mendapatkan penanganan medis secara menyeluruh, dengan dukungan penuh dari pemerintah daerah.

"Nah ini penting sekali penetapan KLB ini agar pemerintah daerah bisa menangani seluruh penerima manfaat yang berobat. Itu penetapan KLB untuk seperti itu,"sebut dia.

Hasil uji laboratorium menunjukkan adanya kontaminasi bakteri Salmonella dan E. coli yang ditemukan pada air, bahan baku seperti telur, serta sayuran. Meski makanan dikonsumsi dengan lahap oleh siswa, kontaminasi tidak terdeteksi secara kasatmata.

"Kami sudah cek bahwa penyebabnya, ini sudah keluar dari lem, bahwa ada, apa istilahnya, kontaminasi Salmonella dan E.coli ya dari bakteri, itu ada di air, ada di bahan baku, di telur, dan juga ada di sayuran," katanya.

Pihaknya pun mengaku prihatin atas kejadian tersebut. Ia menjelaskan bahwa niat awalnya adalah pelibatan kantin sekolah di program tersebut.

"Saya prihatin dengan kejadian ini karena Badan Gizi kan sedang menargetkan untuk nol kejadian, tapi ini kejadian, dan juga sedang ada wacana untuk agar sekolah lebih diaktifkan di dalam penjagaan program makan bergizi," tuturnya.

Sebagai langkah lanjutan, BGN berencana melakukan evaluasi menyeluruh, termasuk penghentian sementara operasional SPPG di Bosowa Bina Insani hingga semua standar higienitas dan keamanan terpenuhi. Selain itu, pelatihan ulang bagi penjamah makanan akan dilakukan secara berkala setiap dua hingga tiga bulan.

"Kita menetapkan beberapa langkah, yang pertama kita ingin lebih selektif di dalam pemilihan bahan baku, kemudian kita akan memendekkan waktu processing antara penyiapan dan processing, termasuk menyiapkan untuk delivery, itu kita akan perpendekan beberapa SPPG karena yang baru-baru masih butuh waktu lama untuk memasak, kita akan persikap waktunya," katanya.

"Karena ada kejadian, delivery-nya tepat waktu, tapi karena ada kegiatan di sekolah, makannya agak terlambat, sehingga makanan itu terlalu lama disimpan. Sekarang kita perketat, kemudian mungkin juga kita, kan selama ini ada anak yang ingin bawa pulang ke rumah, nah ini mungkin kita sudah akan harus perketat supaya tidak terjadi, karena masakan ini kan ada batas waktunya untuk konsumsi," katanya menambahkan.

Terkait penanganan korban, pemerintah memastikan seluruh biaya pengobatan ditanggung. Di luar itu, pihak BGN juga telah memberikan bantuan secara personal kepada beberapa pasien terdampak, meski mekanisme kompensasi resmi masih dalam pembahasan.

“Kita mungkin akan berpikir bahwa ini bukan hanya masalah bagaimana niat baik memberikan makanan, tapi juga kita harus meningkatkan standar operating procedure terkait mengolah makanan. Karena ini terkait dengan keselamatan, jadi setiap kali ada kejadian, kan ada orang yang terkena, kemudian sakit, kemudian ada orang tua yang khawatir, ada kepercayaan publik yang terganggu, dan sebagainya,” katanya mengakhiri.*